Selasa, 30 Agustus 2022

1.4.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 1.4_Mulyono, S.Pd

Koneksi antar Materi Modul 1.4

Oleh; Mulyono, S.Pd Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Tuban

Gambar grafik koneksi antar matari Modul 1.4 menggunakan aplikasi wepik.com

A. Menciptakan Budaya Positif di Sekolah

Demi mencapai sebuah sekolah impian yang menerapkan budaya positif di sekolah ,maka nilai dan peran guru penggerak sangatlah penting. Nilai-nilai dan peran guru penggerak harus diterapkan di sekolah demi terwujudnya visi sekolah dan penerapan budaya positif di sekolah dan terwujudnya profil pelajar pancasila.

 

Guru penggerak dengan perannya yang meliputi sebagai pemimpin pembelajaran, menggerakan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, mewujudkan kepemimpinan murid salah satu tugasnya adalah mewujudkan profil pelajar Pancasila, dengan peran-peran diatas seharusnya guru penggerak mampu mensukseskan program merdeka belajaran dan profil pelajar pancasila.

 

Guru Penggerak dengan nilai-nilainya yang meliputi mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid, memiliki sumberdaya yang kuat untuk melakukan tugas-tugas diatas, nilai-nilai yang terbentuk dalam sosok guru penggerak harus ditempa melalui pembiasaan secara terprogram dan berkelanjutan, guru penggerak harus mampu melatih dan merencanakan secara mandiri program penguatan nilai-nilai guru penggerak.

 

Tujuan dari visi sekolah pastilah menginginkan murid yang merdeka. Murid yang memiliki karakter sesuai profil pelajar pancasila. Murid merdeka bermakna murid memiliki kebebasan untuk melakukan inovasi, belajar dengan mandiri dan kreatif secara menyenangkan dan tanpa paksaan. Guna mencapai visi murid merdeka, Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa sekolah mengupayakan metode pendidikan yang relevan dengan kodrat zaman (perkembangan zaman) tanpa meninggalkan kodrat alam (budaya) tempat anak hidup dan tumbuh. Kedua kodrat keadaan tersebut tidak mungkin dapat diubah, yang dapat diubah hanyalah budhi yang meliputi cipta, rasa, dan karsa (batin) dan pekertinya, yang meliputi raga, tenaga, upaya, dan tindakan (lahir). Tugas pendidik menuntun secara relevan dan kontekstual mewujudkan murid merdeka sesuai kodratnya sendiri. 

 

Menuju visi sekolah impian memang bukanlah persoalan yang mudah. Kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan sangatlah dibutuhkan untuk mencapai visi bersama. Setiap komponen wajib memahami perannya dan bertanggung jawab dengan tugasnya. Untuk itu diperlukan metode BAGJA sebagai langkah-langkah pendekatan inkuiri apresiatif di sekolah. Inti dari pendekatan inkuiri apresiatif adalah nilai positif yang telah ada dan dikembangkan secara kolaboratif. Alur Bagja sendiri diawali dengan Buat pertanyaan, ambil tindakan, gali impian, jabarkan rencana, dan atur eksekusi. Berpijak dari hal positif yang ada di sekolah, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap individu dalam komunitas. Hal tersebut sejalan dengan prinsip Trikon, Ki Hajar Dewantara dimana perubahan bersifat kontinu (berkesinambungan), konvergen (universal), dan konsentris (kontekstual). 

 

Menurut Ki Hadjar, Pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat (Dewantara II , 1994). Dalam hal ini, Ki Hadjar membedakan antara Pengajaran dan Pendidikan. Pendidikan adalah tuntutan bagi seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Ibarat bibit dan buah. Pendidik adalah petani yang akan merawat bibit dengan cara menyiangi gulma di sekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar kelak berbuah lebih baik dan lebih banyak, namun petani tidak mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah anggur. Itulah kodrat alam atau dasar yang harus diperhatikan dalam Pendidikan dan itu diluar kecakapan dan kehendak kaum pendidik. Sedang Pengajaran adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan agar bermanfaat bagi kehidupan lahir dan batin (Dewantara I, 2004).

 

Dalam mewujudkan budaya positif peran guru di kelas adalah membuat kesepakatan kelas bersama murid guna mencapai visi sekolah.  Dalam hal membuat kesepakatan kelas, guru senantiasa menegaskan budaya positif yang disepakati dan menjauhkan hukuman ataupun pemberian hadiah sebagai bujukan untuk pembiasaan budaya positif. Hasil kesepakatan kelas dapat ditempel di sudut ruangan agar dapat dilihat oleh seluruh murid. Jika budaya positif telah menjadi pembiasaan bagi seluruh warga sekolah, niscaya visi sekolah tercapai dan semua warga sekolah nyaman dan dipenuhi cinta kasih di sekolah.


B. Refleksi Pemahaman

1.  Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?


Dari apa yang telah saya pelajari disiplin positif yang membangun karakter positif merupakan salah satu budaya positif di sekolah. Untuk dapat mewujudkan disiplin positif, maka kita harus menyadari bahwa disiplin bukanlah semata-mata berkenaan dengan aturan dan sangsi, melainkan adalah disiplin diri yang berakar dari kesadaran dan keyakinan diri.

Untuk dapat memicu motivasi interinsik pada diri siswa, guru harus mampu mengubah paradigma dari teori stimulus respon menuju teori kontrol, dalam perannya menumbuhkan budaya positif. Ada lima posisi kontrol yang perlu dipahami yakni sebagai penghukum, pembuat orang merasa bersalah, menjadi teman, pemantau/monitor serta posisi manajer. Sebisa mungkin kita sebagai guru perlu menempatkan diri dalam posisi manajer dalam mengontrol prilaku disiplin positif. 

Dalam mengontrol disiplin diri siswa, kita perlu membuat kesepakatan bersama siswa tentang nilai-nilai kebijaksanaan yang perlu mereka yakini. Hal ini tertuang dalam keyakinan sekolah, sebagai pengganti aturan-aturan yang lebih bersifat stimulus-respon dalam bentuk sangsi atau konsekuensi. Keyakinan sekolah ini akan dapat memenuhi kebutuhan dasar anak sehingga dengan terpenuhinya 5 kebutuhan dasar tersebut maka anak akan memiliki motivasi interinsik untuk berprilaku positif. Kelima kebutuhan dasar tersebut diantaranya kebutuhan bertahan hidup, cinta dan kasih sayang, penguasaan, kebebasan dan kesenangan. Ketika ada satu pelanggaran disiplin, maka akan ada kebutuhan dasar anak yang belum terpenuhi. Maka dari itu, hal yang dapat dilakukan adalah dengan menawarkan restitusi kepada anak. Restitusi dapat menguatkan karakter anak dan tidak akan menimbulkan trauma kepadanya. Langkah restitusi yang harus diterapkan guru tertuang pada segitiga restitusi yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah serta menanyakan keyakinan.


2. Tuliskan pengalaman Anda dalam menggunakan konsep-konsep inti  tersebut dalam menciptakan budaya positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda.


Setelah saya mengikuti PGP dan menyadari tentang pentingnya melibatkan siswa dalam penentuang pembelajaran sebagai wujud pembelajaran yang berpihak pada murid, saya mulai menerapkan membuat kesepakatan kelas tentang hal-hal positif yang harus mereka yakini perlu adanya ketika pelaksanaan pembelajaran. Hal-hal positif tersebut mereka tuliskan dan dibacakan serta selanjutnya dituliskan sebagai bentuk keyakinan akan budaya positif yang perlu mereka jaga selama pembelajaran. Dengan demikian, saya berharap motivasi untuk menerapkan disiplin positif berasal dari dalam diri mereka.

 

3. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, ada di posisi manakah Anda? Anda boleh menceritakan situasinya dan posisi Anda saat itu.


Pada dasarnya penerapan segitiga restitusi sudah saya laksanakan ketika menghadapi permasalahan pada murid saya. Setiap permasalahan diselesaikan dengan memahami alasan dibalik tindakan murid. 


4.   Perubahan  apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?


Hal yang paling saya rasakan dalam pemikiran saya yakni pada pola pikir saya tentang penerapan disiplin diri. Dulu saya memandang bahwa aturan ketat dana sangsi atas pelanggaran aturan akan dapat menciptakan disiplin diri siswa. Namun, setelah belajar modul ini saya baru menyadari bahwa dalam menciptakan budaya positif khususnya yang berkenaan dengan disiplin diri diperlukan motivasi dari dalam diri bukan berupa aturan. Jadi yang selama ini saya yakini hanya sebuah ilusi bahwa siswa saya telah berdisiplin.


5.      Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran?


Sangat penting untuk mempelajari modul ini. Sebagai individu dan pemimpin pembelajaran. Dengan mengetahui bagaimana teori dan pola penerapan disiplin positif yang menekankan pada motivasi interinsik bukan motivasi eksterinsik maka nantinya akan menciptakan siswa dengan karakter positif yang kuat serta siswa berbudi pekerti luhur dengan selalu berpijak pada nilai-nilai kebijaksanaan. Hal yang menurut saya sangat penting adalah dalam menerapkan restitusi, penting bagi kita mengetahui terlebih dahulu kebutuhan dasar anak yang belum terpenuhi sehingga restitusi yang dilakukan dapat menjawab kebutuhan tersebut.


6.  Apa yang Anda bisa lakukan untuk membuat dampak/perbedaan di lingkungan Anda setelah Anda mempelajari modul ini?


Saya akan menguatkan penerapan kesepakatan kelas dalam membentuk keyakinan kelas untuk menerapkan budaya positif di kelas. 


7.  Selain konsep-konsep tersebut, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?


Hal lain yang penting menurut saya untuk dipelajari dan digali adalah menggali budaya lokal yang selaras dengan konsep-konsep yang ada pada topik ini yang dapat saling menguatkan. Nilai-nilai budaya lokal tersebut dapat saya jadikan sebagai nilai kebajikan yang nantinya akan menjadi keyakinan kelas ataupun keyakinan sekolah.


8.  Langkah-langkah awal apa yang akan Anda lakukan jika kembali ke sekolah/kelas Anda setelah mengikuti sesi ini?


Langkah awal yang saya lakukan adalah menguatkan kembali apa yang selama ini saya lakukan berkenaan dengan keyakinan kelas dengan topik yang sudah saya pelajari selama ini. Saya akan merefleksi terkait dampak penerapannya dan nanti dapat saya bagikan pada komunitas praktisi sekoalh untuk nantinya dapat dijadikan rujukan bagi rekan guru.


C. Langkah Strategi Penerapan Budaya Positif Melalui Rancangan Tindakan Aksi Nyata


Latar Belakang

Budaya positif di sekolah merupakan nilai-nilai, keyakinan dan asumsi dasar yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dan diyakini di sekolah. Budaya positif tersebut berisi kebiasaan-kebiasaan yang sudah disepakati bersama dan dijalankan dalam waktu yang lama dengan memperhatikan kodrat anak dalam hal ini kodrat alam dan kodrat zaman serta keberpihakan pada anak.


Tujuan 1. Menumbuhkan budaya positif di kelas. 2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab 3. Menumbuhkan nilai-nilai profil pelajar pancasila pada diri peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran. 4. Menumbuhkan budaya positif di kelas rekan guru yang lain.


Tolok Ukur 1. Peserta didik mampu menunjukkan budaya disiplin positif di kelas 2. Peserta didik mampu menunjukkan jiwa atau karakter tanggung jawab dengan apa

yang dilakukannya. 3. Peserat didik mampu menerapkan nilai-nilai profil pelajar pancasila secara sadar dan

berkesinambungan dalam proses belajar. 4. Rekan guru mampu menerapkan budaya positif di kelasnya masing-masing.


Linimasa tindakan yang akan dilakukan Adapun rincian dari tindakan aksi nyata yang dilakukan adalah:

Minggu I

Meminta izin dan dukungan kepada kepala sekolah terkait aksi nyata yang akan dilakukan

Minggu II Mensosialisasikan kepada rekan-rekan Guru dan peserta didik tentang kegiatan aksi nyata

Minggu III Membimbing peserta didik dalam penerapan aksi nyata

Minggu IV Melaksanakan aksi nyata ke peserta didik

Minggu V Melaksanakan aksi nyata ke rekan-rekan Guru

Minggu VI Membuat Laporan Aksi Nyata Dukungan Yang Dibutuhkan Dalam pelaksanaan aksi nyata yang dilakukan terkait implementasi budaya positif di lingkungan Sekolah dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak yaitu:

1. Kepala Sekolah 2. Rekan Guru 3. Peserta Didik 4. Sarana dan Prasarana sekolah

5. Biaya Pelaksanaan





0 Comments:

Posting Komentar

SDN Rayung IV