ISTERI-ISTERI
YANG TANGGUH
Banyak
ibu-ibu yang secara tidak langsung curhat tentang suaminya yang katanya menang
sendiri, tidak peduli pada repotnya istri, bahkan ketika istrinya sakitpun
masak dan menyiapkan makan juga tetap istri walaupun sambil menahan rasa sakit.
Itulah salah satu keluhan seorang istri. Banyak hal yang disembunyikan istri
hanya ingin menunjukkan bahwa semua baik-baik saja. Kebutuhan rumah tangga seharusnya tanggaung jawab penuh suami,
terkadang ditanggung istri demi meringankan beban sang suami. Naluri seorang
wanita mesti ingin memiliki sesuatu yang dianggap layak untuk melengkapi
kebutuhan dan peralatan rumah tangga, itupun akan diupayakan seorang istri
tanpa harus melibatkan suami, karena biasanya sang suami selain masa bodoh
dengan kebutuhan itu, jika diminta persetujuannya mesti jawabnya, “tidak usah
beli karena tidak penting”, contoh kecil saja misalnya istri minta persetujuan
untuk membeli panci, maka jawaban itulah yang akan terucap, dan itu hampir
semua ibu-ibu dengan keluhan yang sama, maka jangan heran jika ibu-ibu selalu
melakukan hal-hal yang dianggapnya perlu untuk memiliki namun tanpa
sepengatahuan suami, hal itu dilakukan bukan tanpa sebab, namun semua demi
keberlangsungan dan kenyamanan ruamah tangga.
Bahkan jauh dari hal hal kecil yang dianggap remeh, peran
istri dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga sangat menonjol, maka sudah pantas
bila seorang istri adalah kepala rumah tangga sekaligus managernya, walaupun
tetap dibawah kendali suami sebagai kepala keluarga. karena sebagian besar urusan
rumah tangga dari hal-hal kecil sampai bersekala besar dikerjakan/ diatasi (jw)
sang istri. Demikian juga pekerjaan rumah yang dilakukan sungguh luar biasa,
selama 24 jam penuh mempunyai anggung jawab, bahkan saat tidurpun siap untuk
berjaga demi anak dan suaminya. Mengapa tuisan ini tertuang disini karena
penulis sering menjadi curahan hati para ibu-ibu yang sering mengeluh karena
ulah sang suami, bukan menyudutkan para suami tapi ini kenyataan yang bisa
mengurangi beban istri setelah menceriterakan kepada orang yang dianggap bisa
membantunya.
Sebut
saja ibu M dia bercerita tentang suaminya yang tidak akan makan sebelum
disiapkan atau ditanduki (jw). Tiap hari mesti minta dipijati padahal ibu M
yang tiap hari bekerja di sawah juga
merasa lelah setelah seharian bekerja. Bahkan ketika dia sakitpun dialah yang
menyiapkan masak dan menyiapkan makanan untuk suami sambil menahan rasa sakit
yang diderita.
Ada
lagi cerita dari ibu D yang mengeluhkan sikap suaminya yang selalu peduli
dengan saudara laki-lakinya dari pada kebutuhan
anak dan istrinya, bahkan kebutuhan rumah tangga dan pembiayaan sekolah
anak-anaknya dibebankan pada sang istri.. Memberi jatah bulanan pada saudara
kandungnya lebih diutamakan dari pada memberi uang jajan untuk anak-anaknya,
aneh bukan?
Lain
lagi cerita dari ibu R yang hanya diberi uang belanja dari sang suami jauh
lebih kecil dari kebutuhan setiap harinya padahal setiap bulannya mendapatkan transfer dari anaknya yang telah
bekerja di pelayaran, namun suaminya memberi sekedarnya saja jauh nominalnya
dengan yang sudah diterima di ATM.
Satu
lagi cerita ibu E, dia menceriterakan kalau suaminya sering berkata kasar
bahkan sering menyebutnya dengan sebutan anjing, apakah kemudian ibu E minta
berpisah ? tidak, dia bahkan dengan sabar
menelan kepahitan dan menerima hinaan demi anak-anaknya yang tak mungkin
harus berpisah dengan suami yang selama ini sering menyiksa batinnya, belum
lagi uang belanjanya yang dibatasi setiap bulannya padahal banyak angsuran yang
menjadi tanggungannya. Yang saya tahu ibu E berjuang dengan sekuat tenaga dalam
membesarkan dan membiayai anak-anaknya
dengan bekerja serabutan, tukang cuci dan seterika pada tetangga yang
membutuhkannya.
Dan
masih banyak lagi keluhan dan curhatan ibu-ibu yang mendapat perlakuan yang
kurang menyenangkan dalam rumah tangganya, namun demikian mereka tidak pernah
berfikir untuk berpisah dari suaminya, komitmen mempertahankan rumah tangga
demi anak-anaknya dan juga demi nama baik keluarga, agar tidak menjadi gunjingan para tetangganya,
sehingga sering menutupi perangai dan
sikap suaminya, maka karena dianggap saya netral dan tidak mungkin
menceriterakan bahtera rumah tangga yang dibangunnya kepada orang lain, maka
seringkali saya menjadi curhatan para ibu-ibu di kampong.
Dengan tidak
mengkesampingkan peranan suami yang menjadi kepala keluarga juga menjadi imam
dalam rumah tangga, maka saya sangat setuju dengan emansipasi wanita dan juga
kesetaraan gender, yang akan mengangkat harkat dan martabat kaum wanita dimasa
kini, supaya para perempuan sadar dan berani membela apa yang menjadi haknya
dengan tanpa melupakan kewajibannya baik sebagai ibu maupun isteri. Saya senang mereka bercerita yang dapat menyataakan pembelaan atas perlakuan
semena-mena suaminya karena menurut saya itu salah satu luapan emosi yang harus
ditunjukkan. Saya kurang setuju kepada mereka yang hanya menangis dan mengeluh
meratapi perlakuan suami yang tidak adil terhadap haknya, dengan hanya berdiam
diri pasrah dengan perlakuan suami.
Yang membanggakan dari ilustrasi diatas mereka para
istri-istri yang tangguh, kuat dan sabar dalam menghadapi perlakuan suami,
tetap menghormati dan menjadikan suami
sebagai pemimpin, pengayom dan pelindung keluarga.
Menjadi
istri sholihah adalah wajib, menjadikan suami sebagai imam dalam rumah tangga
adalah mutlak, ambil yang menjadi hakmu, tapi juga tunaikan kewajibanmu,
sehingga rumah tanggamu akan sakinah mawaddah wa rahmah, jadikan baiti jannatii
, rumahku adalah syurgaku . Waalhu a’lam (ditulis
oleh Khuriyatul Ainiyah)
0 Comments:
Posting Komentar
SDN Rayung IV